Home / News / Liputan Khusus
Alat pertambangan juga menjadi sasaran penggunaan B20. Meski konsumsi bahan bakar meningkat, namun volume impor bisa berkurang.
"B20 cost naik karena frekuensi lebih sedikit, tapi ini akan lebih banyak menyerap produk nabati dicampur untuk bahan bakar, mengurangi impor," ujar Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono di Four Points Hotel, Manado, seperti ditulis Jumat (24/8/2018).
Walaupun penggunaan B20 di alat pertambangan menambah biaya, akan tetapi hal ini bisa mengurangi defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan kini sudah melebar jadi 3% di kuartal II-2018.
Baca Juga: Civitas Academica FK Undip Menolak Politisasi Kasus Kematian Mahasiswi PPDS Anestesi
"B20 digunakan industri pertambangan betul cost naik sedikit tapi saya kira nggak apa-apa untuk negara," ujar Bambang.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pada dasarnya seluruh pengguna baik public service obligation (PSO) dan Non PSO siap menggunakan B20 pada September nanti. Namun, alat utama sistem persejataan (alutsista), pembangkit listrik tenaga diesel dan Freeport masih diberikan kelonggaran.
"Pokoknya 1 September B20 sudah semua. Hanya tiga yang mungkin dapat relaksasi, satu persenjataan kaya tank, pembangkit listrik yang belum bisa B20, dan Freeport yang di ketinggian itu, takutnya beku, yang lain sudah," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca Juga: Uniknya Udang Selingkuh, Udang Khas di Kawasan Pegunungan PapuaKata Kunci : tambang, biodiesel, b20