Dua proyek ambisius, Excelling Protected Area Management Effectiveness for Biodiversity Conservation through Landscape-Based Approach (ENABLE) dan Spatial-based Natural Forest Planning and Governance for Robust Ecosystems (SPARE), telah mendapatkan pendanaan resmi dari GEF, menandai langkah besar Indonesia dalam melindungi kekayaan alamnya yang luar biasa.
Pengakuan ini, yang diumumkan dalam GEF Council Meeting, menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan pendekatan inovatif dalam pengelolaan kawasan lindung dan hutan alami, menjadikannya teladan global dalam harmoni antara manusia dan alam.
Indonesia dalam Biodiversitas
Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang menyimpan kekayaan biodiversitas tak tertandingi.
Menurut Conservation International, Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam megabiodiversitas darat, dengan lebih dari 20.000 spesies tumbuhan, 1.500 spesies burung, 500 spesies mamalia, dan 1.000 spesies reptil (amfibi).
Hutan tropisnya, yang mencakup 94,1 juta hektar (peringkat ketiga dunia menurut FAO 2023), adalah rumah bagi spesies ikonik seperti harimau Sumatra, badak Sumatra, dan orangutan Kalimantan.
Kawasan lindung seperti Taman Nasional Gunung Leuser, Sebangau, dan Bogani Nani Wartabone menjadi pusat konservasi global, mendukung 12% mamalia dunia dan 17% spesies burung.
Namun, ancaman seperti deforestasi (1,1 juta hektar hutan hilang per tahun, Global Forest Watch 2023) dan fragmentasi habitat membuat upaya konservasi seperti ENABLE dan SPARE sangat krusial.
Proyek ENABLE dan SPARE, yang dipimpin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama United Nations Development Programme (UNDP), memperkenalkan pendekatan berbasis lanskap dan spasial yang revolusioner. ENABLE fokus pada peningkatan efektivitas pengelolaan tiga taman nasional, yaitu Gunung Leuser (Sumatra), Sebangau (Kalimantan), dan Bogani Nani Wartabone (Sulawesi) dengan menjadikannya Centers of Excellence (CoE) untuk konservasi berbasis lanskap.
SPARE, di sisi lain, mendukung perencanaan spasial hutan alami di luar kawasan lindung untuk memperkuat tata kelola dan perlindungan ekosistem.
Pendanaan GEF sebesar $6,6 juta untuk ENABLE akan mengelola lebih dari 3 juta hektar kawasan lindung dan 185.000 hektar lanskap sekitar, memberikan manfaat langsung bagi 2.000 masyarakat lokal melalui inisiatif mata pencaharian berkelanjutan.
Mengapa Pengakuan Ini Penting
Pengakuan GEF menempatkan Indonesia sebagai pelopor dalam konservasi berbasis lanskap, pendekatan yang mengintegrasikan kebutuhan manusia dan alam.
Tidak seperti model konservasi tradisional yang terisolasi, ENABLE dan SPARE melibatkan komunitas lokal, termasuk perempuan dan masyarakat adat, dalam pengelolaan ekosistem.
Ini sejalan dengan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025–2045 dan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework, yang menargetkan perlindungan 30% wilayah darat dan laut global pada 2030.
Indonesia, dengan 120,5 juta hektar kawasan hutan (MoEF 2020), berada di jalur untuk memenuhi target ini, terutama melalui program seperti social forestry yang telah memberikan hak kelola 4,7 juta hektar hutan kepada komunitas lokal hingga 2022.
Prestasi ini juga menjawab tantangan global. Indonesia adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar keenam dunia, sebagian besar akibat deforestasi dan konversi lahan gambut untuk pertanian (WRI 2023).
Kebakaran hutan 2019 di lahan gambut, misalnya, menghasilkan emisi karbon dua kali lipat dibandingkan kebakaran Amazon (Mongabay 2019).
Dengan ENABLE dan SPARE, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi hingga 29–41% pada 2030 sesuai Paris Agreement, sembari mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Proyek ini juga melibatkan sektor swasta untuk mengembangkan model bisnis berbasis hutan yang bebas deforestasi, memperkuat pasar global untuk produk ramah lingkungan.
Cerita dari Lapangan
Di balik angka dan data, ada kisah nyata yang membuat proyek ini istimewa. Di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, komunitas Dayak terlibat dalam patroli hutan untuk melindungi orangutan, spesies yang terancam punah dengan populasi tersisa kurang dari 100.000 ekor.
"Hutan adalah rumah kami, bukan cuma pohon, tapi juga leluhur kami,” kata seorang tetua Dayak di Sebangau, mencerminkan kearifan lokal yang jadi inti ENABLE.
Di Gunung Leuser, petani kopi di Aceh kini dilatih untuk budi daya ramah lingkungan, meningkatkan pendapatan sekaligus menjaga habitat harimau Sumatra.
SPARE juga membantu petani di Sulawesi dengan peta spasial untuk menghindari ekspansi lahan yang merusak hutan, memastikan produksi kakao tetap lestari.
Keterlibatan masyarakat adat, seperti praktik “Ri’i” di Wawowae, Nusa Tenggara Timur, yang melarang penebangan pohon, menunjukkan bagaimana kearifan lokal mendukung konservasi modern.
"Kami percaya alam dan manusia harus harmoni," ujar Moka, seorang petani kopi Arabica di Wawowae.
Praktik seperti ini, yang diakui UNEP (2024), memperkuat peran Indonesia sebagai model konservasi yang inklusif.
Tantangan dan Harapan
Meski mendapat pengakuan dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar. Deforestasi akibat perkebunan kelapa sawit dan pertambangan tetap menjadi ancaman, dengan 66.000 hektar lahan rusak dikonversi untuk pertanian (Earth.Org 2022).
Kurangnya dana untuk infrastruktur dan sumber daya manusia juga menghambat efektivitas pengelolaan kawasan lindung (ScienceDirect 2022).
Namun, komitmen pemerintah melalui moratorium hutan primer (2013–2015, diperpanjang Jokowi) dan program social forestry menunjukkan langkah maju. ENABLE dan SPARE diharapkan jadi katalis untuk mempercepat upaya ini, dengan hasil nyata seperti perlindungan 3 juta hektar hutan dan peningkatan kesejahteraan ribuan masyarakat lokal.
Semangat HUT RI ke-80
Di momen HUT RI ke-80, pengakuan GEF atas ENABLE dan SPARE adalah bukti bahwa Indonesia mampu memimpin dunia dalam menjaga alam.
Seperti semangat proklamasi 1945, ketika Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa memproklamasikan kemerdekaan, proyek ini mencerminkan perjuangan modern untuk menjaga kedaulatan atas sumber daya alam.
"Kami bukan hanya menjaga hutan, tapi juga masa depan anak cucu," kata Musdhalifah Machmud, Deputi Menteri Koordinator Bidang Pangan dan Pertanian.
Dengan ENABLE dan SPARE, Indonesia menunjukkan bahwa pembangunan dan pelestarian alam bisa berjalan seiring. Pengakuan GEF adalah medali emas bagi bangsa ini, mengukuhkan posisi Indonesia sebagai juara dunia dalam konservasi biodiversitas.
Mari rayakan HUT RI ke-80 dengan komitmen untuk terus menjaga hutan, laut, dan keanekaragaman hayati, demi Indonesia Emas 2045 yang lestari dan bermartabat.
Bersama, kita wujudkan harmoni dengan alam, sebagaimana tema Hari Keanekaragaman Hayati 2025 dengan tema “Harmony with Nature for Sustainable Development”. (*)
Indonesia Pemimpin Dunia dalam Konservasi Biodiversitas melalui Proyek Enable dan Spare
06 Agu 2025, 0:19 WIB
01 Agu 2025, 19:21 WIB
KEK Nongsa Digital Park Batam, Pijakan Digital Bridge Indonesia di Asia Tenggara
30 Jul 2025, 19:47 WIB
Perspektif
30 Jul 2025, 18:53 WIB
Perspektif
30 Jul 2025, 18:25 WIB
Inspirasi
19 Jul 2025, 8:58 WIB
Hotel
16 Jul 2025, 2:57 WIB
Hotel
16 Jul 2025, 2:44 WIB
Hotel
16 Jul 2025, 1:39 WIB
Hotel
16 Jul 2025, 1:14 WIB
Hotel
16 Jul 2025, 0:43 WIB
Hotel
16 Jul 2025, 0:27 WIB
Hotel
15 Jul 2025, 14:20 WIB
Hotel
15 Jul 2025, 11:42 WIB
Hotel
14 Jul 2025, 1:02 WIB
Hotel
13 Jul 2025, 23:58 WIB
Ekonomi
13 Jul 2025, 23:50 WIB
Ekonomi
24 Jun 2025, 8:40 WIB
Ekonomi
04 Jun 2025, 23:21 WIB
Ekonomi
04 Jun 2025, 23:21 WIB
Ekonomi
04 Jun 2025, 23:21 WIB
Ekonomi
04 Jun 2025, 23:21 WIB
Ekonomi
23 Mei 2025, 8:31 WIB